Senin, 26 Oktober 2015

Pengaruh Asean Economic Community Terhadap Strategi Akuisisi Yang Dilakukan Maybank Ke Bii



PENGARUH ASEAN ECONOMIC COMMUNITY TERHADAP STRATEGI AKUISISI YANG DILAKUKAN MAYBANK KE BII

ABSTRAK
Rencana integrasi ASEAN melalui ASEAN Economic Community yang bertujuan untuk dapat mencapai integrasi ekonomi berdampak pada perubahan bukan hanya pada perubahan di pemerintahan dan politik saja, namun juga berdampak pada dunia bisnis dan ekonomi. Integrasi ekonomi ini akan membuat adanya satu pasar bebas di ASEAN yang mana tentu akan meningkatkan tingkat kompetisi perusahaan. Integrasi ekonomi ini mendapat respon bukan hanya dari negara, tetapi juga dari perusahaan. Respon dari negara dapat berupa perubahan regulasi dan perubahan kebijakan untuk dapat menyesuaikan pada rencana integrasi yang mana selalu diiringani dengan standardisasi. Untuk dapat mencapai integrasi ekonomi, maka dibuatlah AEC Blueprint yang berisi pilar-pilar yang akan membantu terlaksananya integrasi ekonomi tersebut. Namun, bukan hanya negara yang harus menyesuaikan diri dengan adanya AEC ini, tetapi perusahaan juga. Maybank sebagai suatu perusahaan multinasional juga melakukan suatu perubahan. Maybank memutuskan untuk mengakuisisi salah satu bank di Indonesia yaitu BII. Akuisisi yang dilakukan Maybank ini merupakan akuisisi mayoritas, dimana Maybank mengakuisisi hampir semua saham BII. Maybank juga membeli saham tersebut dengan harga diatas rata-rata dari harga saham BII. Berdasar hal tersebut dapat ditarik suatu permasalahan yaitu bagaimanakah AEC ini dapat mempengaruhi tindakan Maybank untuk mengakuisisi BII. Untuk dapat menjawab rumusan masalah tersebut maka digunakan kerangka pemikiran yang mana menghubungkan antara strategi suatu perusahaan tentang opportunity dan risk dengan lingkungan yang berubah. Dengan kerangka pemikiran tersebut maka dapat diperoleh suatu hipotesis yaitu adanya perubahan lingkungan kompetisi dari rencana terbentuknya integrasi ASEAN membuat akuisisi BII sangat strategis bagi Maybank untuk mencapai strategi perusahaannya sebagai bank terbesar di ASEAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ASEAN Economic Community dapat mempengaruhi akuisisi Maybank terhadap BII melalui peningkatan opportunity dan risk sehingga menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif untuk menerapkan strategi akuisisi.
Kata kunci: AEC, akuisisi, Maybank, BII


Pendahuluan
ASEAN sebagai sebuah organisasi regional menyadari pentingnya suatu integrasi kawasan. Sejalan dengan hal tersebut, para wakil ASEAN membuat ASEAN Visions 2020 yang berdasar pada tiga pilar yaitu keamanan politik, ekonomi, dan sosial-budaya.[1] Pada KTT ASEAN ke 9 di Bali pada tahun 2003 yang kemudian menghasilkan Bali Concord II, terjadi pembentukan ASEAN Community  yang mana ASEAN Community ini merupakan sebuah upaya untuk mempererat integrasi ASEAN.[2] Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN Community yang sesuai dengan tiga pilar dari ASEAN Vision 2020, yaitu pada bidang keamanan politik (ASEAN Political-Security Community), ekonomi (ASEAN Economic Community), dan sosial budaya (ASEAN Socio-Culture Community).[3]
Dari ketiga komunitas yang telah terbentuk tersebut, penulis akan berfokus pada ASEAN Economic Community (AEC) yang merupakan pilar terjadinya integrasi ekonomi di ASEAN. AEC bertujuan untuk membangun kemitraan untuk kemajuan yang akan meningkatkan kualitas kehidupan warga ASEAN dengan tercapainya integrasi regional yang melalui upaya kolektif masyarakat ASEAN.[4] Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC, maka dibuatlah AEC Blueprint. AEC Blueprint memuat empat pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang di dukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas, (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce, (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam, dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.[5]
Dengan adanya AEC Blueprint tersebut maka, negara-negara anggota ASEAN mulai menyesuaikan ekonomi dan pasar mereka untuk tercapainya AEC pada 2015 nanti. Selain itu perusahaan-perusahaan juga mulai mengubah strategi atau menyesuaikan strategi mereka untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kuat, bukan hanya dari sesama anggota ASEAN tetapi juga dari pihak luar ASEAN. Pengaruh yang diberikan oleh proses dibentuknya AEC pada sektor perbankan ASEAN adalah adanya liberalisasi pada sektor jasa keuangan. Mengingat bahwa liberalisasi jasa keuangan dapat memiliki dampak yang besar pada pengembangan sektor keuangan dan menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi sosial, liberalisasi jasa keuangan telah memberikan fleksibilitas yang besar dalam AEC dibandingkan sektor jasa perdagangan lainnya.[6] Selain membawa pengaruh berupa liberalisasi, AEC juga berpengaruh pada rencana standardisasi sistem perbankan pada bank-bank di Asia Tenggara. Rencana ini merupakan bagian dari peta jalan yang lebih luas untuk mengintegrasikan pasar keuangan kawasan yang mana ini sejalan dengan tujuan ASEAN untuk menciptakan komunitas ekonomi pada 2015.[7] Situasi global yang belum menentu dan kesepakatan kawasan mengarah pada integrasi menuntut kesiapan perbankan nasional menghadapinya. Penguatan modal, peningkatan efisiensi, dan sinergi menjadi faktor kunci.
Negara-negara ASEAN telah perlahan-lahan memulai cara untuk memperkuat kerjasama regional di sektor keuangan. Kesepakatan Kerjasama Keuangan ASEAN Tingkat Menteri yang dilaksanakan pada Maret 1997, menetapkan tujuan yang luas dari kerjasama di berbagai bidang keuangan dan makroekonomi, termasuk perbankan, pasar modal, asuransi, perpajakan dan keuangan publik, serta bertukar informasi mengenai perkembangan yang mempengaruhi negara-negara ASEAN dalam organisasi multilateral dan regional.[8] Pada bulan Desember 1999, kepala pemerintah dari negara-negara ASEAN mengadakan keputusan yang berfokus pada kebutuhan untuk bergerak menuju kohesi dan integrasi ekonomi yang lebih besar, seperti yang diungkapkan dalam pernyataan Visi ASEAN 2020. Dalam dokumen ini, mereka berjanji, antara lain, untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan regional melalui kerjasama yang lebih erat dalam hal kebijakan moneter dan keuangan. Selain itu, di Vietnam mereka sepakat untuk membuat "Ha Noi Plan of Action," yang menyatakan tentang (1) pemeliharaan stabilitas keuangan dan makroekonomi, (2) penguatan sistem keuangan, (3) liberalisasi jasa keuangan; (4) intensifikasi upaya kerjasama di bidang moneter, pajak, dan hal-hal asuransi, dan (5) pengembangan pasar modal ASEAN.[9]
Dalam rangka pembentukan ASEAN sebagai sebuah basis produksi dan pasar tunggal,  maka liberalisasi sektor jasa termasuk sektor jasa keuangan menjadi suatu langkah strategis. Khusus di sektor keuangan dan moneter, liberalisasi jasa keuangan menjadi salah satu langkah terpenting dalam pelaksanaan peta jalan integrasi keuangan ASEAN atau yang lebih dikenal dengan singkatan  RIA-Fin  (Roadmap for Monetary and Financial Integration of ASEAN).[10] Sektor jasa keuangan perbankan kembali memberikan penambahan komitmen pada kesepakatan putaran perundingan ketiga yang disahkan pada tanggal 6 April 2005 di Vientiane, Laos. Bila sebelumnya hanya diijinkan memiliki satu kantor cabang pembantu dan satu kantor pemasaran tambahan, sejak putaran ketiga bank asing diperbolehkan memiliki dua kantor cabang pembantu dan dua kantor pemasaran tambahan. Sektor jasa keuangan nonperbankan tetap tidak memberikan penambahan komitmen.[11]
Beberapa tonggak penting antara tahun 1997 dan 2008 menuju kerja sama keuangan dan integrasi pasar modal di negara-negara ASEAN adalah sebagai berikut:[12]
Tabel I.1 Timeline Menuju Kerjasama Keuangan dan Integrasi Pasar Modal di ASEAN
March 1997
2003
2004
2007/2008
First ASEAN Finance Ministers Meeting:
ASEAN Surveillance Mechanism;
bilateral swap arrangements and;
to develop ASEAN bond market in collaboration with more developed bond markets
Bali Concord II Framework for an ASEAN Community:
Roadmap for Integration of ASEAN in Finance (RIA-FIN) includes:
capital market development; financial services liberalization; capital account liberalization; and
currency Cooperation
Formation of ASEAN Capital Market Forum (ACMF): Harmonization of standards governing:
 Disclosures
 Distribution
 Accounting/ auditing
 Mutual recognition of market professionals

ASEAN Economic Blueprint to achieve economic liberalization and financial integration by 2015
ADB study on Integration of Southeast Asian Equity Markets
ACMF Implementation Plan to strengthen ASEAN Capital Market Integration
(Sumber: Huong Mai, “Finance Sector in ASEAN”,30)
Inilah yang kemudian mendorong banyak dilakukan akuisisi pada bank-bank di Indonesia, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Maybank yaitu bank dari Malaysia yang mengakuisisi saham BII. Maybank (Malayan Banking Berhard) Group adalah salah satu bisnis perbankan yang mana merupakan penyedia jasa keuangan terkemuka di Malaysia yang melayani kebutuhan konsumen, investor, pengusaha, organisasi non-profit dan perusahaan. Group, yang telah berkembang secara internasional ini memiliki jaringan terbesar di antara bank-bank Malaysia, yaitu lebih dari 2.100 cabang dan kantor di 17 negara[13]. Selain itu Maybank Group juga mempunyai visi dan misi yang dapat mempengaruhi kinerja serta fokus dari perusahaan tersebut. Visi dari Maybank Grup adalah To be a Regional Financial Services Leader.[14] Sedangkan misinya adalah Humanising Financial Services across Asia.[15] Bank-bank di ASEAN sedang mencoba untuk meningkatkan kekuatan mereka pada tingkat regional dengan mengakuisisi beberapa bank di ASEAN.[16] Hal ini dikarenakan AEC yang dalam waktu singkat akan segera terwujud, akan membawa dampak berupa pelonggaran pada batasan-batasan ekonomi, investasi dan tenaga kerja. Sektor perbankan juga melihat kemungkinan yang besar jika di Asia Tenggara ini akan dapat terwujud suatu pasar tunggal nantinya. Maybank sebagai salah satu bank besar regional telah aktif bermain di kawasan regional sejak 2008.
Pada tahun 2008, Maybank Group melakukan akuisisi[17] dengan BII. Proses akuisisi yang dilakukan Maybank tidak sepenuhnya berjalan dengan mudah dan unik. Banyak sekali hambatan atau pro dan kontra terkait dengan rencana Maybank untuk mengakuisisi BII tersebut. Salah satunya adalah ekspektasi investor atas rencana Maybank mengakuisisi BII sepertinya tidak terlalu baik. Hal itu terlihat dari anjloknya saham Maybank hingga level terendahnya dalam lima tahun terakhir[18]. Padahal analis dan para fund manager memang meyakini bahwa akuisisi tersebut merupakan langkah yang baik bagi Maybank secara jangka panjang. Namun investor mengkhawatirkan dampaknya secara jangka pendek mengingat nilai akuisisi BII itu sangat besar. BII baru akan memberikan kontribusi bagi Maybank dalam tiga tahun setelah akuisisi selesai. Secara total, saham BII akan dibeli Maybank senilai US$ 2,7 miliar[19]. Harga yang ditawarkan oleh Maybank itu cukup tinggi, jika dibandingkan rata-rata harga saham BII di  pasaran. Harga saham BII dipasaran per Desember 2007 sebesar Rp 109,8 per saham[20]. Sedangkan Maybank mengakuisisi saham BII sebesar 4,7 kali lipat yaitu dengan harga Rp 510 per saham[21].
Pada 30 September 2008, Maybank Offshore Corporate Services (Labuan) Sdn. Bhd. (MOCS), yang merupakan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Malayan Banking Berhad (Maybank), menyelesaikan pengambilalihan 100% saham Sorak Financial Holdings Pte, Ltd, pemilik dari 55,51% saham BII[22]. Pada Desember 2008, MOCS menyelesaikan penawaran tender untuk sisa saham BII dan meningkatkan kepemilikannya dengan tender offer[23] sisa saham 44,3% senilai US$ 1,2 miliar[24].Sedangkan pada tahun yang sama yaitu 2008, Maybank juga mengakuisisi saham dari An Binh Bank of Vietnam dan MCB Bank Ltd of Pakistan[25]. Namun tidak seperti akuisisi yang dilakukan Maybank pada BII yaitu mengakuisisi saham BII sebesar 97,5% Maybank hanya mengakuisisi tidak lebih dari 50% dari saham An Binh Bank dari Vietnam maupun MCB Bank Ltd dari Pakistan. Hal ini membuktikan bahwa Maybank mempunyai ketertarikan sendiri dengan peluang yang ditawarkan oleh BII sehingga pihak Maybank mengakuisisi hampir 100% saham BII tersebut. Selain itu juga, pada April 2012 harga saham BII di pasar masih di bawah harga pembelian Maybank dulu yaitu sebesar Rp 455 - Rp 475 per saham[26].
Karena proses akuisisi yang dilakukan Maybank terhadap BII begitu unik dan terkesan penuh dengan komitmen untuk dapat mengakuisisi saham yang ada di BII, maka penulis tertarik untuk mengangkat akuisisi Maybank terhadap BII sebagai kasus pada pengaruh pembentukan AEC terhadap perbankan di ASEAN. Penulis disini lebih berfokus untuk menjawab rumusan masalah yang ada yaitu bagaimana ASEAN Economic Community mempengaruhi akuisisi Maybank terhadap BII?
Hipotesis dari penelitian ini yang mempunyai rumusan  masalah bagimana ASEAN Economic Community mempengaruhi akuisisi Maybank terhadap BII, yaitu ASEAN Economic Community mempengaruhi akuisisi Maybank terhadap BII dengan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif sehingga faktor opportunity menjadi lebih kuat dibandingkan dengan risk yang ada.
Nilai-Nilai Potensial Strategis BII
PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan pada 15 Mei 1959.[27] Setelah mendapatkan ijin sebagai bank devisa pada 1988, BII mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia atau BEI) pada tahun 1989.[28] Pada tahun 1997, terjadi krisis di Indonesia dan di Asia Tenggara, BII juga tidak ketinggalan mengalami imbas dari krisis tersebut, dan mengalami keadaan yang cukup parah. Dampak dari krisis ekonomi tersebut pada sektor perbankan diwujudkan dalam biaya restrukturisasi perbankan. Ketika biaya restrukturisasi bank menjadi sangat tinggi, pemulihan bank akan menjadi sangat lambat.[29] Maka dilakukan proses transformasi dari sistem perbankan yang dapat diringkas sebagai perubahan dari sistem yang terdiri dari bank sentral dan pemerintah yang mengendalikan kredit melalui bank BUMN berubah ke sistem modern yang didasarkan pada mekanisme pasar.[30] Berbagai strategi dilakukan untuk dapat menyelamatkan BII. Pada tahun 1999, BII direkapitalisasi sebagai bagian dari Program Rekapitalisasi Perbankan Nasional.[31]
Setelah mengalami restrukturisasi BII kemudian mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Untuk dapat tumbuh dan berkembang serta pulih kembali, pada Desember 2003, konsorsium Sorak mengambil alih 51% kepemilikan Bank, melalui proses penjualan yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).[32] Setelah pengambilalihan, kinerja BII semaikn baik, hal ini diperlihatkan pada laba konsolidasi yang diperoleh BII pada tahun 2004, satu tahun setelah pengambilalihan sebagian saham BII, semakin meningkat yaitu sebesar Rp 821,582 miliar atau naik dibandingkan tahun 2003 yang sebesar Rp 309,089 miliar.[33] BII bukan hanya mampu untuk bangkit dan bertahan, namun juga mampu untuk semakin berkembang dan terus berkembang. BII diharapkan mampu untuk dapat memberikan keuntungan yang cukup tinggi untuk pihak Maybank sehingga membawa keuntungan yang besar untuk pihak Maybank.
Selain kemampuan BII untuk pulih dari keterpurukan, faktor lain yang membuat BII dipandang strategis adalah adanya pembiayaan atau pemberian kredit pada sektor-sektor utama yang masuk dalam kerjasama dengan BII. Ada tiga sektor utama dalam penyaluran kredit BII yaitu sektor kredit konsumer, kredit UKM/komersial, dan kredit korporasi. Sejak tahun 2005, BII memfokuskan untuk meningkatkan komposisi kredit pada sektor kredit konsumer dan UKM/komersial, hal ini dikarenakan kedua sektor tersebut yang mengalami kenaikan pertumbuhan yang cukup signifikan selain itu juga BII melihat adanya perubahan tren dalam sektor pembiayaan bank terkait dengan adanya integrasi keuangan ASEAN. Karena sektor UKM/komersial dianggap lebih menjanjikan maka pihak BII pada tahun 2009 berniat untuk memfokuskan pada penguatan kredit UKM/komersial. Menurut Sukatmo, alasan untuk fokus ke kredit UMK/Komersial karena sektor ini terbukti menjadi sektor yang cukup tahan di saat krisis seperti 1998.[34]
Pemfokusan pada pemberian kredit di sektor UKM/komersial juga sejalan dengan isi dari ASEAN Economic Community Blueprint yang didalamnya memuat pengembangan UKM yang dilakukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi yang setara di kawasan Asia Tenggara sehingga integrasi ASEAN dapat segera diimplementasikan dengan baik. Pengembangan UKM ini sejalan dengan ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004-2014. Yang mana BII merespon peruabahan tren pembiayaan sektor strategis dengan baik, dengan memfokuskan pada kredit UKM/komersial. APBSD ini terdiri atas langkah-langkah strategis, kebijakan-kebijakan yang diambil dan hasil implementasi yang diharapkan. Kerangka kerja APBSD ini adalah berupaya untuk mendekatkan jarak pertumbuhan perekonomian antara negara-negara di ASEAN. APBSD ini juga berguna untuk meningkatkan daya saing dan dinamika UKM ASEAN dengan memfasilitasi akses terhadap informasi, pasar, pengembangan sumberdaya manusia, keterampilan, pendanaan, dan teknologi, selain itu juga memperkuat daya saing UKM ASEAN dalam mengatasi kesulitan ekonomi makro dan keuangan, serta tantangan dalam iklim perdagangan yang lebih bebas.[35] Pada tahun 2015, para anggota APBSD membayangkan UKM ASEAN sebagai perusahaan yang kompetitif, inovatif, dan berkelas dunia yang melakukan peran utama dalam rantai pasokan regional dan global dan mampu memanfaatkan peluang dari integrasi ekonomi ASEAN.[36] Hal ini membuktikan bahwa UKM merupakan sektor strategis di ASEAN yang harus dikembangkan, karena UKM ini merupakan tulang punggung perekonomian ASEAN. Tidak seperti perusahaan besar, UKM lebih lincah dan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan bisnis. Perubahan lingkungan bisnis itu seperti perubahan besar kompetisi, kemajuan teknologi yang cepat, kebutuhan pasar lebih menuntut, dan perubahan yang konstan dalam tuntutan konsumen, yang mana tentu saja membutuhkan perkembanganan UKM yang lebih baik untuk menjadi lebih inovatif dan kreatif dalam menghadapi tantangan di pasar global.[37] Karena itu UKM sangat tepat untuk dikembangkan dan diperkuat sehingga mampu untuk membantu percepatan integrasi ASEAN, dan mampu untuk bersaing dengan perusahaan di luar ASEAN.
Untuk dapat meningkatkan perkembangan UKM yang ada di ASEAN, maka dilakukan sebuah tindakan terpadu dan program pembangunan dalam kemitraan dengan lembaga-lembaga donor yang dilakukan oleh ASEAN SME Working Group dalam meningkatkan kapasitas UKM akan memastikan sektor UKM lebih progresif terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di wilayah ASEAN.[38] Tahun 2008 BII menargetkan akan menambah 30 cabang lagi yang dilengkapi fasilitas kredit UKM & komersial, dan merekrut 100 tenaga kerja baru. BII juga berusaha lebih proaktif bekerja sama dengan lembaga lain, misalnya perusahaan perkebunan, pembiayaan distributor, perusahaan telekomunikasi dalam pembiayaan subkontraktor (misalnya untuk mendirikan base transceiver station), asosiasi serta instansi pemerintah, seperti BPR BKK Pemda Jawa Tengah atau Kementerian Koperasi & UKM. Dengan berfokus pada pemberian kredit sektor UKM/komersial, BII sejalan dengan isi dari Blueprint komunitas ekonomi ASEAN, dan itu merupakan poin tersendiri untuk BII. Adanya integrasi ASEAN dan pembentukan AEC, membuat BII menjadi strategis, dimana, BII mampu untuk merespon perubahan lingkungan yang ada, dan kemudian beradaptasi dengan baik.
Alasan lain yang paling kuat sehingga memasukkan akuisisi BII sebagi bagian dari strategi Maybank adalah karena Maybank melihat prospek yang bagus dalam BII. BII telah tercatat di Bursa Efek dan menempati peringkat sebagai bank terbesar keenam di Indonesia dari sisi aset Jakarta.[39] Selain itu juga BII beroperasi di semua segmen perbankan besar seperti perbankan korporasi, UKM / perbankan komersial, perbankan konsumer dan wealth management dan memiliki jaringan distribusi multi-channel lebih dari 230 cabang dan 700 ATM yang juga dilengkapi dengan internet banking dan call centre operation.[40]
Maybank dengan track record yang solid dan pengalaman di pasar Indonesia adalah posisi yang baik untuk memanfaatkan infrastruktur yang sangat baik BII untuk lebih mengembangkan bisnis. Selain itu, ada juga sinergi pendapatan yang signifikan mengingat adanya mapan dan berkembang pesat korporasi Malaysia di Indonesia dan arus perdagangan yang kuat antara kedua negara. Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan penetrasi perbankan masih relatif rendah.[41] Prospek untuk penciptaan nilai dalam jangka menengah juga sangat baik yang mana Maybank dapat memanfaatkan pengalaman di Malaysia untuk meningkatkan penawaran produk dan kemampuan perbankan BII, khususnya di bidang-bidang seperti perbankan syariah, bancassurance dan asuransi syariah.
Perubahan Lingkungan Kompetisi Dalam Integrasi ASEAN
Setelah pembangunan beberapa dekade, tarif rata-rata negara-negara ASEAN telah sangat berkurang. Tingkat tarif nominal rata-rata Indonesia pada tahun 1950-an dan 1960-an adalah setinggi 85% dan turun 17% pada awal 1990-an.[42] Tingkat tarif dari anggota ASEAN lainnya juga menurun tajam dalam periode waktu yang sama. Pada tahun 1992, negara-negara ASEAN mengadakan perjanjian Common Effective Preferential Tariff (CEPT), dan tarif hambatan dan rintangan non-tarif yang dikurangi untuk sebagian besar selama pembangunan ASEAN Free Trade Area.
Saat ini, pada dasarnya ada tiga tingkat tingkat tarif di negara-negara ASEAN, yaitu tingkat tarif Singapura dan Brunei sama dengan hampir nol, kemudian Malaysia, Thailand, dan Indonesia serta Filipina yang relatif rendah, kemudian empat anggota baru ASEAN yang masih cukup tinggi.[43] Proses konstruksi AFTA mensyaratkan bahwa enam anggota lama ASEAN mencapai tarif nol pada tahun 2010 dan anggota baru harus menyelesaikannya pada tahun 2015. Selain itu, pengaturan berbagai fasilitasi dari ASEAN Free Trade Area telah melampaui sektor perdagangan dan memperluas ke sektor-sektor seperti investasi dan industri jasa. Dan liberalisasi dipandang sebagai jalan masuk utama bagi perusahaan lokal untuk dapat semakin berkembang karena adanya pengurangan hambatan-hambatan perdagangan.
Adanya liberalisasi ini membuat pasar di dalam ASEAN menjadi lebih terbuka. Pada dasarnya liberalisasi ini dilakukan untuk dapat menyatukan arus perdagangan di dalam ASEAN. Namun dalam kenyataannya liberalisasi ini dipersepsikan untuk memperkuat persaingan antara negara di ASEAN. Adanya AEC dan integrasi ekonomi ini mendorong daya saing yang lebih tinggi dan lebih ketat di antara negara-negara di ASEAN.[44] Negara-negara ASEAN saling berlomba untuk dapat menyaingi satu sama lain. Sehingga negara yang tidak siap akan tertinggal jauh dari negara yang telah siap menghadapi persaingan. Dan tentu saja ini menimbulkan adanya kesenjangan antara negara-negara di ASEAN. Pada dasarnya inti dari proses integrasi adalah sebuah penyatuan, namun, mengingat integrasi di ASEAN menimbulkan persaingan di antara negara ASEAN itu sendiri membuat proses penyatuan ini agaknya akan sedikit sulit untuk dapat terlaksana dengan cepat, mengingat AEC akan sepenuhnya dilaksanakan pada 2015.
Namun, kompetisi tidak hanya terjadi antara bank besar asing dengan bank lokal, namun juga antara bank-bank besar di ASEAN yang saling memperebutkan pasar di luar negara mereka. Para bank-bank besar tersebut menerapkan sejumlah strategi untuk dapat saling berkompetisi menguasai pasar regional. Dimana dengan adanya integrasi ASEAN yang bertujuan untuk membuat pasar tunggal, menjadi salah satu bank dengan jangkauan pasar yang ada disetiap negara di ASEAN tentu akan sangat menguntungkan. Peluang untuk dapat memenangkan kompetisi ini pun diambil oleh pihak Maybank yang telah melakukan strategi perluasan pasar di Indonesia dan beberapa negara di ASEAN pada tahun 2008.
Dalam regulasi perbankan di ASEAN, terdapat perubahan yang terjadi dalam proses integrasi ini. Bank-bank lokal memiliki banyak hal yang harus dilakukan sebelum memenuhi komitmen yang dicari dalam program integrasi keuangan ASEAN, yang mana telah ditetapkan untuk implementasi penuh pada tahun 2020. Integrasi berkaitan dengan upaya berkelanjutan oleh anggota ASEAN untuk mencapai paritas peraturan dan regulasi di seluruh 10 negara-negara ASEAN, sehingga bank-bank di wilayah tersebut dapat mulai beroperasi bukan sebagai bank asing melainkan sebagai bank lokal di salah satu dari 10 yurisdiksi Asean.[45] Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan sejumlah pertemuan-pertemuan dalam kerangka integrasi ASEAN yang lebih berfokus dalam bidang jasa keuangan seperti perbankan. Salah satu pertemuan tersebut adalah ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). AFAS pertama kali ditandatangani pada 15 Desember 1995, yang mana memuat tiga tujuan yaitu, a) meningkatkan kerjasama di bidang jasa antar negara-negara anggota dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi dan pasokan dan distribusi jasa dari penyedia jasa mereka dalam dan di luar ASEAN; b) menghilangkan pembatasan secara substansial untuk perdagangan di bidang jasa antar negara-negara anggota, dan; c) liberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas kedalaman dan cakupan liberalisasi melebihi yang sudah dilakukan oleh negara-negara anggota di bawah GATS dengan tujuan untuk mewujudkan suatu kawasan perdagangan bebas dalam jasa.[46]
Selain itu negara-negara anggota dari ASEAN telah menyepakati adanya tujuh sektor dalam bidang jasa yang termuat dalam AFAS yaitu, a) transportasi udara seperti penjualan dan pemasaran jasa transportasi udara, pemesanan komputer, perbaikan dan pemeliharaan pesawat, dan lain-lain; b) layanan bisnis seperti layanan TI, akuntansi, audit, hukum, arsitektur, teknik, riset pasar, dan lain-lain; c) konstruksi seperti konstruksi bangunan komersial, teknik sipil, karya instalasi, penyewaan peralatan konstruksi, dan lain-lain; d) jasa keuangan seperti perbankan, asuransi, sekuritas dan pialang, penasehat keuangan, pembiayaan konsumen, dan lain-lain; e) transportasi maritim seperti penumpang internasional dan transportasi barang, penyimpanan dan pergudangan, dan lain-lain; f) telekomunikasi seperti layanan telepon umum, layanan telepon selular, jaringan bisnis jasa, data dan transmisi pesan, dan lain-lain; g) pariwisata seperti hotel dan jasa penginapan, melayani makanan, operator tur, agen perjalanan, dan lain-lain.[47]
Kesepakatan lain yang penting pada kerjasama keuangan adalah protokol untuk melaksanakan program berbagai Komitmen Jasa Keuangan dalam Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa. Protokol ini memastikan bahwa negara anggota ASEAN yang non-anggota WTO diberikan perlakuan yang sama dengan anggota ASEAN lainnya.[48] Sehingga diharapkan akan ada pemerataan, keharmonisan dan standardisasi dalam peraturan menyangkut tentang kebijakan pada bidang jasa di negara-negara anggota ASEAN. Dengan begitu sektor-sektor keuangan di negara-nagara ASEAN dapat berkembang dengan baik, terutama di daerah-daerah. Menyadari keragaman ekonomi ASEAN dan berbagai tahap-tahap perkembangan sektor keuangan, Framework yang ada memungkinkan fleksibilitas bagi negara-negara ASEAN untuk berpartisipasi dalam proses integrasi berdasarkan kesiapan dan kemauan di setiap negara. Dalam Framework yang sudah dibuat tersebut, terdapat kualifikasi bank-bank di ASEAN yang mana bank yang memiliki kapasitas yang cukup dan yang dikelola dengan baik akan berfungsi sebagai pembawa standard regional, dan akan diberikan akses yang lebih fleksibel ke pasar regional.[49] Keuntungan dari kemudahan akses inilah yang membuat Maybank berusaha untuk melebarkan sayapnya dengan menjadi bank terbesar di ASEAN seperti dalam misinya. Sementara banyak tantangan yang telah dihadapi oleh ASEAN merupakan sebuah posisi yang baik untuk secara kolektif berusaha maju menuju visi bersama dari pasar ASEAN yang satu.
Untuk dapat mewujudkan suatu pasar ASEAN yang satu tersebut maka harus ada standardisasi dan harmonisasi dalam bidang keuangan di ASEAN yang mendukung. Integrasi keuangan tersebut agar dapat berjalan dengan baik, maka dibuatlah sebuah roadmap yang kemudian dapat menjadi penunjuk proses integrasi keuangan di ASEAN yang disebut sebgai RIA-FIN (Roadmap for Financial and Monetary Integration of ASEAN). Didukung oleh AFMM (ASEAN Finance Minister Meeting) di Manila pada tahun 2003, RIA-Fin terdiri dari langkah-langkah, jadwal dan indikator kegiatan di empat bidang yaitu, (a) Pengembangan Pasar Modal, (b) Liberalisasi Jasa Keuangan, (c) Liberalisasi Transaksi Modal dan (d) Kerjasama Nilai Tukar ASEAN, dengan tujuan akhir integrasi ekonomi yang lebih besar di ASEAN pada tahun 2015.[50]
Dengan adanya perubahan dalam regulasi ini yang mana dapat menguntungkan pihak perusahaan, harus dapat dicermati dengan seksama. Maybank, telah melakukan respon yang tepat dalam menghadapi perubahan lingkungan kompetisi yang ada di ASEAN terkait rencana integrasinya. Perubahan berupa perubahan regulasi dan kebijakan yang mana meliberalisasi pasar, membuat Maybank mudah untuk menanamkan investasinya. Dengan dukungan dari perubahan lingkungan ini, Maybank semakin memandang BII sebagai suatu pijakan yang strategis untuk dapat lebih melebarkan sayapnya di dalam ASEAN. Karena tentu saja menjadi bank terbesar di ASEAN mempunyai keuntungan tersendiri, terutama dalam akses dan kepercayaan. Dan akhirnya, perubahan lingkungan ini mempunyai dampak yang tentu signifikan bagi dunia bisnis internasional. Dan perusahaan-perusahaan harus dapat dengan cermat memanfaatkan semua peluang yang ada untuk dapat lebih berkembang dan lebih maju dari perusahaan lainnya.
Strategi Maybank Sebagai Respon Perubahan Kompetisi
Proses integrasi ASEAN membawa banyak perubahan, baik itu berupa perubahan secara eksternal seperti perubahan regulasi dan kompetisi, ataupun perubahan secara internal yaitu respon dunia bisnis akan proses integrasi ini. Maybank sebagai sebuah perusahaan perbankan di ASEAN tentu kemudian diharuskan untuk dapat merespon dengan tepat perubahan lingkungan akibat proses integrasi untuk dapat mengambil keuntungan dari proses integrasi tersebut. Respon Maybank dalam menghadapi fenomena integrasi ASEAN dapat berupa perubahan dalam strateginya. Integrasi membawa dampak yang cukup memuaskan untuk perusahaan lokal yang ingin memperluas wilayah cakupannya secara regional. Dalam upaya untuk meningkatkan ukuran dan profitabilitas, bank terkemuka di wilayah ASEAN salah satunya Maybank memperluas operasi mereka di luar perbatasan nasional untuk menjadi bank regional.
Maybank menyadari bahwa sebagai pemimpin pasar harus dapat menghadapi tantangan serius untuk mempertahankan posisi nomor satu di industri perbankan yang sangat kompetitif.[51] Para pesaing membuntuti Maybank dengan sangat ketat dan mengintensifkan kompetisi mereka, ditambah dengan faktor-faktor lain seperti tekanan makroekonomi, tuntutan pelanggan dan kesenjangan yang signifikan dalam kemampuan pelaksanaannya, dan budaya kinerja yang dihasilkan pangsa pasar. Namun untuk dapat menanggapi tantangan tersebut, pihak Maybank selalu mempunyai banyak inisiatif yang dilakukan oleh Maybank dengan menyelaraskan dengan visi dan misi, memiliki kemenangan yang cepat, strategi jangka pendek dan jangka menengah, dan strategi jangka panjang.[52]
Sehingga untuk dapat terus menjadi pemimpin dalam industri, Grup Maybank telah memulai perjalanan menuju transformasi strategis untuk mempertahankan posisinya dan melibatkan transformasi total di mana perusahaan mengubah budaya organisasinya menjadi customer-centric dengan mengadopsi pendekatan hubungan pemasaran.[53] Saat pertama kali melakukan peluasan jaringan dan pasar Maybank, pihak Maybank menggunakan strategi dengan pembukaan cabang langsung pada pasar yang diminati.[54] Pembukaan cabang ini dimaksudkan agar Maybank mampu untuk marambah pasar yang lebih luas.
Perubahan strategi Maybank yang sangat terlihat adalah pada tahun 1997 ketika pertamakalinya Maybank menggunakan strategi akuisisi dalam memperbesar pangsa pasarnya. Perubahan strategi tersebut ada karena untuk merespon perubahan lingkungan yaitu adanya krisis finansial pada tahun tersebut. Pada tahun 2008, merupakan tahun dimana strategi akuisisi Maybank benar-benar dibuktikan dengan sangat tepat. Terdapat beberapa kesempatan yang datang kepada pihak Maybank yang dapat membuat Maybank dapat tumbuh semakin besar. Salah satunya adalah kesempatan untuk dapat melebarkan pasar Maybank di Indonesia.
Pada pertengahan tahun 2008, Maybank memaksimalkan kinerjanya dengan membuat sebuah program yang dikenal sebagai LEAP30. LEAP30 ini akan mendorong semua sektor dalam Maybank untuk mencapai visi Maybank untuk menjadi salah satu dari lima bank terbesar di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2015.
Tabel IV.1 Transformasi Strategi Maybank
L
Lead
Secure undispute leadership in Malaysia and strengthen regional presence
E
Execute
Ensure timely execution of identified initiatives
A
Achieve
Achieve 100% of financial and service quality targets
P
Progress
Progress as a Group and as individuals
30
Deliver 30 initiatives to achieve our goals

LEAP30 Performance Improvement Programme
3 strategic thrusts
(Sep 2008-Dec 2015)
Horizon 1 (Sep 2008-Dec 2011)
Secure leadership and outperform
Horizon 2 (Jan 2012-Dec 2015)
Expand footprint and capture new markets
Secure Malaysia Leadership
·   Rapidly capture tactical revenue and cost reduction opportunities
·   Implement multi-segment model and well-executed business strategies to secure position and gain share
·   Continue to develop commercial and operational excellence
·   Explore domestic consolidation
Strengthen Regional Presence
·   Capture full value from our current footprint, especially BII
·   Develop a portable Islamic banking model
·   Expand footprint to new markets and regionalise operating model
·   Build Asian Islamic banking operations
Become a talent and execution-focused company
·   Demonstrate execution capabilities
·   Assemble/build leadership pool and pipeline to fill critical roles
·   Establish highly effective performance and talent management processes
·   Create global talent management system to meet regional needs
·   Continue to strengthen performance culture
(Sumber: Maybank Annual Report 2009)
Pada tabel tersebut terlihat bahwa Maybank memasukkan akuisisi dalam salah satu bagian dari strateginya. Hal ini dikarenakan alasan-alasan pihak Maybank terkait dengan restrukturisasi perusahaan yang mana bertujuan untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan. Dengan begitu, perubahan strategi Maybank telah dipikirkan dengan sangat matang. Perubahan lingkungan kompetisi yang sangat beragam dapat membuat sebuah strategi dalam sekejap tidak dapat digunakan. Sebagai bagian dari rencana transformasi strategis Grup Maybank juga telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk memperkuat permodalannya yang mana akan mendukung aspirasi Maybank menjadi salah satu dari lima bank di Asia Selatan dan Asia Tenggara berdasarkan ukuran dan kinerja pada tahun 2015.[55]
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ASEAN Economic Community dapat mempengaruhi akuisisi Maybank terhadap BII melalui peningkatan opportunity dan risk sehingga menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif untuk menerapkan strategi akuisisi. Fokus penelitian ini pada komunitas ekonomi dan pada respon dunia bisnis akan adanya integrasi dalam ekonomi. Pada tahun 2008, bertepatan dengan dibuatnya AEC Blueprint, yang merupakan pedoman untuk mensukseskan rencana integrasi ASEAN, Maybank melakukan sejumlah akuisisi terhadap bank di wilayah Asia. Salah satunya adalah bank BII di Indonesia. Akuisisi Maybank ini terkesan tidak biasa karena pihak Maybank menawarkan angka akuisisi yang cukup besar pada saham BII.
Dengan menggunakan konsep opportunity dan risk serta menghubungkan antara integrasi keuangan dengan lingkungan bisnis yang kondusif, peneliti menjelaskan mengenai hubungan antara integrasi keuangan dengan lingkungan bisnis yang kondusif. Dimana lingkungan bisnis yang kondusif ini berarti ada peningkatan pada opportunity  dan pengurangan pada risk yang mana disebabkan oleh adanya integrasi keuangan yang akan dicapai oleh ASEAN. Integrasi yang membuat adanya perubahan lingkungan kompetisi dan kemudian direspon dengan perubahan strategi sebuah perusahaan, penelitian ini melihat bahwa akuisisi Maybank terhadap BII merupakan sebuah respon penangkapan peluang akan adanya perubahan lingkungan kompetisi yang hadir sejalan dengan rencana integrasi ASEAN pada tahun 2015. Integrasi mengakibatkan adanya perubahan dalam lingkungan investasi. Perubahan tersebut dikarekan integrasi melalui beberapa proses yang mengharuskan negara-negara anggota di kawasan tersebut menyesuaikan dengan proses integrasi. Salah satu perubahan yang dibawa oleh integrasi adalah liberalisasi pasar. Dimana terdapat keterbukaan pasar di dalam kawasan, sehingga dapat saling meningkatkan alur investasi di dalam kawasan. Perubahan ini yang kemudian dimanfaatkan oleh Maybank dengan merubah strateginya mejadi perluasan pasar secara regional.
Perubahan lingkungan kompetisi ini merupakan bagian dari opportunity yang ingin diperoleh oleh pihak Maybank. Perubahan lingkungan ini adalah adanya perubahan regulasi, liberalisasi, dan perubahan tren. Perubahan lingkungan dapat kemudian mempengaruhi perubahan strategi suatu perusahaan. Perubahan strategi Maybank ini sejalan dengan nilai yang ingin dicapai Maybank yaitu untuk menjadi pemimpin regional pada tahun 2015. Selain itu dukungan dari adanya peluang pasar membuat Maybank semakin yakin untuk mengakuisisi saham BII. Pada 2008, strategi Maybank bertransformasi menjadi pemimpin sektor keuangan di regional pada tahun 2015. Transformasi strategi ini merupakan sebuah respon Maybank terhadap rencana integrasi yang akan dilaksanakan pada tahun 2015.

Daftar Pustaka
Buku Dan Jurnal
Ardichvili, A., Cardozo, R., & Ray, S., “A theory of entrepreneurial opportunity identification and development”, Journal of Business Venturing 18, (2003)
ASEAN, ASEAN Economic Community Handbook for Business, (Jakarta: ASEAN Secretariat, November, 2011)
Asian Development Bank, The Road to ASEAN Financial Integration: A Combined Study On Assessing The Financial Landscape and Formulating Milestones For Monetary and Financial Integration In ASEAN, (Philippines: Asian Development Bank, 2013)
Bagong, Suyanto & Sutinah (ed), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2005)
Ball, Donald A., McCulloc, Wendell H., Frantz, Paul L., Geringer, J. Michael, Minor, Michael S. Internasional Business: The Challenge of Global Competition Eleventh Edition, (New York: McGraw-Hill, 2008)
Bryman, Alan, Social Research Methods, (New York: Oxford University Press, 2004)
Daniels, John, Redebaugh, Lee, Sullivan, Daniel, “The Strategy of International Business”, International Business 13th Edition, (Prentice Hall, 2010)
Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, (Kementrian Luar Negeri RI, 2011)
Friedman, Jack P, Dictionary of Business Terms, (New York: USA Barron’s Educational Series Inc, 1987)
Fuady, Munir, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, dan LBO, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008)
Gilad, B., Kaish, S., & Ronen, J., “The Entrepreneurial Way With Information. In S. Maital ( Ed.)”, Applied Behavioural Economics (Vol. II, 480–503), (Brighton, UK: Wheatshaef Books, 1989)
Hillson, David, Effective Opportunity Management for Projects, (New York: Marcel Dekker, Inc., 2004)
Kirzner, I.M., Discovery and The Capitalist Process, (Chicago: University of Chicago Press, 1985)
Pass, Christopher & Lowes, Bryan, Kamus Lengkap Bisnis, (Jakarta: Erlangga, 1999)
Park, Y.C. and K.H. Bae, “Financial Liberalization and Economic Integration in East Asia”, paper presented at the PECC Finance Forum Conference on “Issues and Prospects for Regional Cooperation for Financial Stability and Development”, (Hawaii, August, 2002)
Porter, M. E., “From Competitive Advantage to Corporate Strategy”, Harvard Business Review, 65(3), (1987)
Rajan, Ramkishen S., “Financial Integration In Asean And Beyond: Implications For Regional Monetary Integration”, ASEAN Roundtable 2003, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, August 20-21, 2003)
Shimizu, Kazushi, “ASEAN Economic Integration in the World Economy: Toward the ASEAN Economic Community (AEC)”, Econ. J. of Hokkaido Univ.,Vol. 39, (2010)
Silalahi, Ulber, Metode Penellitian Sosial, (Bandung: Unpar Press, 2006)
Tim Biro Hubungan dan Studi Intenasional-Bank Indonesia, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Mamperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008)
Wang Qing, “Southeast Asia trade linearization and economic growth”, South Pacific Studies, (2005)
Wild, John J. et al. “International Strategy and Organization” dalam International Business: TheChallenges of Globalization, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2008)
Jurnal Online
Aldaba, Rafaelita M, “ASEAN Economic Community 2015 SME Development: Narrowing Development Gap Measure”,  Discussion Paper Series No. 2013-05, Philippine Institute for Development Studies, (2013), http://dirp4.pids.gov.ph/ris/dps/pidsdps1305.pdf (diakses pada 9 April 2013)
Amornvivat, Sutapa, “Insight: Business Oppurtunities for Services Sector Under the AEC”, Economic Intellegent Center, (2012), http://www.scb.co.th/eic/doc/en/insight/SCB_Insight_AEC2012_EN.pdf (diakses tanggal 18 Januari 2012)
Anonim, Chapter 5: Financial Integration, (2002), http://www.iadb.org/res/publications/pubfiles/pubb-2002e_7384.pdf (diakses pada 12 Juni 2013)
Arshad, D., Ahmad, H., Mustapa, A.N., and Mohtar, S., “Strategic Change and Transformation: A Case Study at Malayan Banking Berhad,” Proceedings of The 3rd International Conference on Technology and Operations Management: Sustaining Competitiveness through Green Technology Management, Bandung–Indonesia (July 4-6, 2012), http://www.ictom.info/?wpdmact=process&did=MTUuaG90bGluaw== (diakses pada 8 Maret 2013)
ASEAN Banker Association, 19th Asean Banking Conference & 42nd Asean Banking Council Meeting, SC International Pte Ltd, (2013), http://www.aseanbankers.org/AseanBanker.pdf (diakses pada 5 Maret 2013)
Bannock et al, Indigenous Private Sector Development and Regulation in Africa and Central Europe: A 10 Country Study, (2002), www.businessenvironment.org/dyn/be/besearch.details?p_phase_id=35&p_lang=en&p_phase_type_id=1 (diakses pada 16 Juni 2013)
Baron, Robert, A., “Opportunity Recognition as Pattern Recognition: How Entrepreneurs ‘Connect the Dots’ to Identify New Business Opportunities”, Academy of Management Perspectives, (February, 2006), http://old.ied.econ.msu.ru/cmt2/lib/c/186/File/fa4_1.pdf (diakses pada 11 Juni 2013)
Byers, Thomas, Dorf, Richard, and Nelson, Andrew, “Economic Growth and the Technology Entrepreneur”, Technology Ventures: From Idea to Enterprise, (2011), http://highered.mcgraw-hill.com/sites/dl/free/0073380180/829868/ch1_001_024.pdf (diakses pada 15 Juni 2013)
Donor Committee for Enterprise Development, Supporting Business Environment Reforms: Practical Guidance for Development Agencies, (2008), http://rru.worldbank.org/documents/DonorGuidance.pdf (diakses pada 16 Juni 2013)
Guangsheng, Lu, “ Assessment on Performance of ASEAN Economic Integration”, International Review, vol. 44, (2006), http://www.siis.org.cn/Sh_Yj_Cms/Mgz/200603/2008724231459KFQ0.PDF (diakses pada 3 Maret 2013)
Huong Mai, Nguyen Xuan, “Finance Sector in ASEAN: Implications of the Liberalisation of Financial Services for Labour in the Region”, Assessment-Study: ASEAN Integration and its Impact on Workers and Trade Unions, (2009), http://www2.asetuc.org/media/Finance%20Sector%20in%20ASEAN.pdf (diakses pada 5 Maret 2013)
ILO, Business environment, labour law and micro- and small enterprises, Geneva, (2006), http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_norm/---relconf/documents/meetingdocument/wcms_gb_297_esp_1_en.pdf (diakses pada 16 Juni 2013)
Kaplan, Stanley, and Garrick, B. John, “On The Quantitative Definition of Risk”, Risk Analysis, Vol. I , No. I , (1981), http://josiah.berkeley.edu/2007Fall/NE275/CourseReader/3.pdf (diakses pada 17 Juni 2013)
Maybank: We’re Banking on Customer Engagement, Business White Paper, (2010), http://www.teradata.com (diakses pada 9 Maret 2013)
Plummer, Michael G., Click, Reid, “Bond Market Development and Integration in ASEAN”, Working Paper Series Vol. 2003-07, (2003), http://file.icsead.or.jp/user03/928_234.pdf (diakses tanggal 5 Desember 2012)
Setiawan, Sigit, “Liberalisasi Jasa Keuangan: Komitmen Liberalisasi Dan Langkah Lanjutan Dalam Mendorong Integrasi Pasar Finansial Asean”, Catatan Hasil Pertemuan ke-31 ASEAN Working Committee-Financial Services Liberalization (ASEAN WC-FSL), (2011), http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2012%5Ckajian%5Cpkrb%5CLiberalisasi%20Jasa%20Keuangan_Komitmen%20Liberalisasi%20dan%20Langkah%20Lanjutan_Sigit%20Setiawan.pdf (diakses tanggal 18 Januari 2013)
Simmons, Chaterine, Wright, Nick, and Cheung, Hon, “The Prospects and Challenges of Southeast Asian Financial Integration”, Vision Focus, (2011) www.statestreet.com (diakses pada 10 Juni 2013)
Sitompul, Zulkarnain, Industri Perbankan dan Iklim Investasi, (2004), http://sippm.unas.ac.id_page_download.php_path=.._files_lp_tc_penelitian_&file=15makalah-dep-kehakiman (diakses pada 7 Oktober 2013)
Talha, Mohammad, and Sallehuddin, Abdullah, “Impact Of Merger And Acquisition On Debt Management Ratio: A Case Study In Malaysian Banking Sectors”, International Business & Economics Research Journal Volume 4, Number 11, (2005), http://cluteonline.com/journals/index.php/IBER/article/download/3638/3683 (diakses pada 10 Maret 2013)
Thanh, Vo Tri, and Bartlett, Paul, “Ten Years of ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS): An Assessment”, REPSF Project No. 05/004: Final Report, (2006), http://www.aadcp2.org/uploads/user/6/PDF/REPSF/REPSF_05_004_FinalReport.pdf (diakses pada 6 Maret 2013)
Thohari, Endang, “Sumber-Sumber Pembiayaan Untuk Agribisnis”, Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi,  http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/5704/5573 (dikases pada 27 Maret 2013)
Trairatvorakul, Prasarn, “ASEAN Economic Community 2015 : Opportunities or Threats?”, Sasin Update-Reunion 2011, (2011), http://www.bot.or.th/Thai/PressAndSpeeches/Speeches/Gov/SpeechGov_15Sep2011.pdf (diakses pada 28 November 2012)
White, B. E. “Enterprise Opportunity and Risk”, INCOSE, (2006) http://www.mitre.org/work/tech_papers/tech_papers_06/05_1262/05_1262.pdf (diakses pada 10 Juni 2013)
Artikel Koran Online
“Berebut Gurihnya Kredit Usaha Cilik”, SWA Online, (2008), http://swa.co.id/listed-articles/berebut-gurihnya-kredit-usaha-cilik (diakses pada 31 Maret 2013)
“BII Catat Laba Rp 821,582 M 2004”, (2005), http://finance.detik.com/read/2005/02/18/104057/293122/5/bii-catat-laba-rp-821582-m-2004 (diakses pada 27 Maret 2013)
“BII Klaim Kembali Peroleh Persetujuan Penundaan Refloating” http://www.infobanknews.com/2012/04/bii-klaim-kembali-peroleh-persetujuan-penundaan-refloating (diakses pada 13 September 2012)
“Investor Cemaskan Dividen Maybank Setelah Akuisisi BII” http://finance.detik.com/read/2008/03/28/124717/914857/6/investor-cemaskan-dividen-maybank-setelah-akuisisi-bii (diakses pada 7 September 2012)
“Laba Bersih BII Triwulan III Menyusust 30 Miliar”, (2005), http://finance.detik.com/read/2005/10/27/102152/469975/5/laba-bersih-bii-triwulan-iii-menyusut-rp-30-miliar (diakses pada 31 Maret 2013)
Nopiansyah, Eko, “Bank Indonesia Ancam Cabut Persetujuan Akuisisi BII”, Tempo Online, (2008) http://www.tempo.co.id/hg//2008/08/27/brk,20080827-132600,id.html (diakses pada 13 September 2012)
“Perbankan Berebut Pasar ASEAN”, Indonesia Real Time, (2012) http://realtime.wsj.com/indonesia/2012/05/09/perbankan-berebut-pasar-asean/ (diakses pada 25 Maret 2013)
“PH banks need massive adjustment to Asean integration–bankers” http://www.abs-cbnnews.com/business/11/14/12/ph-banks-need-massive-adjustment-asean-integration-bankers (diakses 5 Maret 2013)
“PT Bank Internasional Indonesia Tbk Pada 2009 Akan Memfokuskan Pertumbuhan Kredit Sektor UKM/Komersial”, (2008) http://m.inilah.com/read/detail/63214/bii-akan-fokus-ke-kredit-ukm (diakses pada 31 Maret 2013)
Sumber Internet Lainnya
“Annual Report BII 2000”, Asian Banks, http://www.asianbanks.net/HTML/Files/Indo/BII%202000%20Annual.pdf (diakses pada 27 Maret 2013)
“Annual Report BII 2010”, BII, http://www.bii.co.id/investor/annual0report/Documents/Laporan%20Tahunan%202010.pdf (diakses pada 12 Agustus 2012)
“ASEAN Finance Minister Meeting”, ASEAN, http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/category/asean-finance-ministers-meeting-afmm (diakses pada 20 April 2013)
“ASEAN Policy Blueprint For Sme Development (APBSD) 2004 -2014”, ASEAN, http://www.asean.org/archive/pdf/sme_blueprint.pdf (diakses pada 9 April 2013)
Bank Indonesia, “Berbenah atau Jadi Penonton”, Gerai Info Edisi 28, Tahun 3, (2012), www.bi.go.id (diakses pada 18 Maret 2013)
Bank Indonesia, “Liberalisasi Perbankan: Benci atau Rindu”, Gerai Info Edisi 28, Tahun 3, (2012), www.bi.go.id (diakses pada 18 Maret 2013)
“Annual Report 2008”, BII, www.bii.co.id (diakses pada 3 November 2012)
“Investor Newsletter Edisi 15”, BII (2006), www.bii.co.id (diakses pada 19 Oktober 2012)
“Corporate Milestones (1960-2011)”, Maybank, http://www.maybank.com/corporate-profile/corporate-milestones (diakses pada 8 September 2012)
“Corporate Profil”, Maybank, http://www.maybank.com/corporate-profile (diakses pada 7 September 2012)
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, (2009), http://ditjenkpi.depdag.go.id (diakses pada 2 Januari 2012)
“Maybank Annual Report 1999”, Maybank, http://maybank.listedcompany.com/newsroom/MayBank-Pt1.pdf (diakses pada 5 Juni 2013)
“Menangkap Peluang Industri Kelapa Sawit”, (2011) http://mutucertification.com/id/capturing-the-palm-oil-industry-opportunities (diakses pada 27 Maret 2013)
 “Profil Bank Internasional Indonesia”, Maybank, http://www.bii.co.id/about/Pages/Overview.aspx (diakses pada 27 Maret 2013)
“SME&Comersial”, BII, http://www.bii.co.id/comercial/about-commercial/Pages/About-SME-and-Commercial.aspx (diakses pada 31 Maret 2013)
“Statement On Bold Measures 6th ASEAN Summit, Hanoi, 16 December 1998”, ASEAN, http://www.asean.org/asean/asean-summit/item/statement-on-bold-measures-6th-asean-summit-hanoi-16-december-1998 (diakses pada 10 Maret 2013)
“Strategy”, Maybank, http://www.maybank.com/corporate-profile/strategy-0 diakses tanggal 5 Desember 2012 (diakses pada 3 Desember 2012)
“Tentang Kami”, BII, http://www.bii.co.id/about/Pages/Overview.aspx (diakses pada 7 September 2012)
 “Vision and Mission”, Maybank, http://www.maybank.com/corporate-profile/vision-and-mission (diakses pada 7 September 2012)



[1]Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, 2009, h. v <ditjenkpi.depdag.go.id> diakses 2 Januari 2012
[2] Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 7
[3] Departemen Perdagangan Republik Indonesia, v
[4] Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 16
[5] Departemen Perdagangan Republik Indonesia, vi
[6] http://www.bot.or.th/Thai/PressAndSpeeches/Speeches/Gov/SpeechGov_15Sep2011.pdf h.4 28 November 2012
[7] http://asianbankingandfinance.net/wholesale-banking/news/asean-banking-system-be-adopted 28 November 2012
[8] Plummer, Michael G., Click, Reid, “Bond Market Development and Integration in ASEAN”, Working Paper Series Vol. 2003-07, 2003, h. 8 <http://file.icsead.or.jp/user03/928_234.pdf> diakses tanggal 5 Desember 2012
[9] Plummer & Click, Bond Market Development”, 9
[10]Setiawan, Sigit, “Liberalisasi Jasa Keuangan: Komitmen Liberalisasi Dan Langkah Lanjutan Dalam Mendorong Integrasi Pasar Finansial Asean”, Catatan Hasil Pertemuan ke-31 ASEAN Working Committee-Financial Services Liberalization (ASEAN WC-FSL), 2011, h. 1 <http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2012%5Ckajian%5Cpkrb%5CLiberalisasi%20Jasa%20Keuangan_Komitmen%20Liberalisasi%20dan%20Langkah%20Lanjutan_Sigit%20Setiawan.pdf> diakses tanggal 18 Januari 2013 
[11]  Setiawan, “Liberalisasi Jasa Keuangan”, 2
[12] Huong Mai, Nguyen Xuan, “Finance Sector in ASEAN: Implications of the Liberalisation of Financial Services for Labour in the Region”, Assessment-Study: ASEAN Integration and its Impact on Workers and Trade Unions, 2009, h. 30 <http://www2.asetuc.org/media/Finance%20Sector%20in%20ASEAN.pdf> diakses pada 5 Maret 2013
[13]Corporate Profil <http://www.maybank.com/corporate-profile> diakses pada 7 September 2012
[14]Vision and Mission <http://www.maybank.com/corporate-profile/vision-and-mission> diakses pada 7 September 2012
[15] “Vision and Mission”
[16] Perbankan Berebut Pasar ASEAN, Indonesia Real Time, 2012 <http://realtime.wsj.com/indonesia/2012/05/09/perbankan-berebut-pasar-asean/> diakses pada 25 Maret 2013
[17] Akuisisi berasal dari bahasa inggris “acquisition” yang dalam bahasa inggris sering juga disebut dengan istilah take over, yang mana mempunyai arti pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain (Friedman, 1987: 10). Atau yang dimaksud dengan akuisisi adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain (Pass, 1999: 578).
[18]Investor Cemaskan Dividen Maybank Setelah Akuisisi BII <http://finance.detik.com/read/2008/03/28/124717/914857/6/investor-cemaskan-dividen-maybank-setelah-akuisisi-bii> diakses pada 7 September 2012
[19]Investor Cemaskan Dividen Maybank Setelah Akuisisi BII”
[20]Nopiansyah, Eko, Bank Indonesia Ancam Cabut Persetujuan Akuisisi BII, 2008 <http://www.tempo.co.id/hg//2008/08/27/brk,20080827-132600,id.html> diakses pada 13 September 2012
[21] Nopiansyah, Bank Indonesia Ancam
[22]Tentang Kami <http://www.bii.co.id/about/Pages/Overview.aspx> diakses pada 7 September 2012
[23]Tender offer adalah suatu prosedur yang menawarkan juga kepada pemegang saham lain jika ada yang mau juga menjual saham-sahamnya dengan syarat dan kondisi yang sama (Fuady, 2008: 9).
[24]Investor Cemaskan Dividen Maybank Setelah Akuisisi BII”
[25]Corporate Milestones (1960-2011) <http://www.maybank.com/corporate-profile/corporate-milestones> diakses pada 8 September 2012
[26]BII Klaim Kembali Peroleh Persetujuan Penundaan Refloating <http://www.infobanknews.com/2012/04/bii-klaim-kembali-peroleh-persetujuan-penundaan-refloating> diakses pada 13 September 2012
[27] Profil Bank Internasional Indonesia, <http://www.bii.co.id/about/Pages/Overview.aspx> diakses pada 27 Maret 2013
[28] Profil Bank Internasional Indonesia
[29] Huong Mai, “Finance Sector in ASEAN”, 7
[30] Huong Mai, “Finance Sector in ASEAN”, 7
[31] Annual Report BII 2010, h. 8 <http://www.bii.co.id/investor/annual0report/Documents/Laporan%20Tahunan%202010.pdf> diakses pada 12 Agustus 2012
[32] Annual Report BII 2010, h. 9
[33] BII Catat Laba Rp 821,582 M 2004, 2005, <http://finance.detik.com/read/2005/02/18/104057/293122/5/bii-catat-laba-rp-821582-m-2004> diakses pada 27 Maret 2013
[34] PT Bank Internasional Indonesia Tbk
[35] Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI, 2011, h. 42
[36] Aldaba, Rafaelita M, “ASEAN Economic Community 2015 SME Development: Narrowing Development Gap Measure”,  Discussion Paper Series No. 2013-05, Philippine Institute for Development Studies, 2013, h. 1 <http://dirp4.pids.gov.ph/ris/dps/pidsdps1305.pdf> diakses pada 9 April 2013
[37] ASEAN Policy Blueprint For Sme Development (APBSD) 2004 -2014, h. 2 <http://www.asean.org/archive/pdf/sme_blueprint.pdf> diakses pada 9 April 2013
[38] ASEAN Policy Blueprint, h. 2
[39] Maybank Wins Bid To Acquire Bank Internasional Indonesia, 2008, < http://www.maybank2u.com.my/mbb_info/m2u/public/personalDetail04.do?channelId=Personal&cntTypeId=0&cntKey=AU08.03.26&programId=AU02.02-ArchiveNews&newsCatId=/mbb/AU-AboutUs/AU02-Newsroom/2008/03&chCatId=/mbb/Personal> diakses pada 29 Mei 2013
[40] Maybank Wins Bid
[41] Maybank Wins Bid
[42] Wang Qing, “ Southeast Asia trade linearization and economic growth”, South Pacific Studies, 2005, h. 1 
[43] Guangsheng, Lu, “Assessment on Performance of ASEAN Economic Integration”, International Review, vol. 44, 2006, h. 65 <http://www.siis.org.cn/Sh_Yj_Cms/Mgz/200603/2008724231459KFQ0.PDF> diakses pada 3 Maret 2013
[44] Bank Indonesia, “Berbenah atau Jadi Penonton”, Gerai Info Edisi 28, Tahun 3, 2012, h. 1 <www.bi.go.id> diakses pada 18 Maret 2013
[45]PH banks need massive adjustment to Asean integration–bankers <http://www.abs-cbnnews.com/business/11/14/12/ph-banks-need-massive-adjustment-asean-integration-bankers> diakses 5 Maret 2013
[46] Thanh, Vo Tri, and Bartlett, Paul, “Ten Years of ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS): An Assessment”, REPSF Project No. 05/004: Final Report, 2006, h. 1 <http://www.aadcp2.org/uploads/user/6/PDF/REPSF/REPSF_05_004_FinalReport.pdf> diakses pada 6 Maret 2013
[47] Thanh and Bartlett, “Ten Years of ASEAN”, 2
[48] Huong Mai, “Finance Sector in ASEAN”, 34
[49] ASEAN Banker Association, 19th Asean Banking Conference & 42nd Asean Banking Council Meeting, SC International Pte Ltd, 2013, h. 2 <http://www.aseanbankers.org/AseanBanker.pdf> diakses pada 5 Maret 2013
[51] Arshad, D., Ahmad, H., Mustapa, A.N., and Mohtar, S., “Strategic Change and Transformation: A Case Study at Malayan Banking Berhad,” Proceedings of The 3rd International Conference on Technology and Operations Management: Sustaining Competitiveness through Green Technology Management, Bandung–Indonesia (July 4-6), 2012, h. 145 <http://www.ictom.info/?wpdmact=process&did=MTUuaG90bGluaw==> diakses pada 8 Maret 2013
[52] Arshad et al, “Strategic Change and Transformation”, 145
[53] Arshad et al, “Strategic Change and Transformation”, 148
[54] http://www.maybank.com/en/about-us/who-we-are/milestones.page?
[55] Arshad et al, “Strategic Change and Transformation”, 145 

SUMBER:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Skripsi%20Ratna%20Desi%20Prihandini.docx.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar